Selasa, 20 Maret 2012

HUKUM PERDATA (BUKU I)

Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
  • Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Orang merupakan subjek hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban, dan setiap orang tersebut tidak semua cakap, orang yang cakap pun belum tentu wenang.
v  Kecakapan
a. Menurut UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu berusia 18 tahun.
b. Menurut KUH Perdata, yaitu berusia 21 tahun.
c. Menurut KUH Pidana, yaitu berusia 16 tahun.
d. Menurut hukum adat, yaitu kuat gawe.
v  Faktor-faktor yang mempengaruhi kewenangan seseorang dalam hukum, diantaranya:
a. Kewarganegaraan, misalnya hanya WNI yang berhak memilki “hak milik” atas tanah.
b. Tempat tinggal
c. Jabatan/kedudukan, misalnya hakim dan pejabat hukum lain tidak boleh menerima barang yang masih dalam perkara.
d. Tingkah laku/perbuatan, misalnya Pasal 49 dan 53 UU No. 1 tahun 1974
Pasal 49
(1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :
a.       la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b.      la berkelakuan buruk sekali.
(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
Pasal 53
(1) Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang ini.
(2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.


v  Tempat tinggal
Tempat tinggal ini terdiri dari:
1. Tempat tinggal sesungguhnya
a. Sukarela/berdiri sendiri, yaitu tempat tinggal seseorang yang keberadaanya tidak terikat pada pihak lain/sesuai dengan keinginan sendiri.
b. Wajib/lanjutan, yaitu tempat tinggal yang tergantung pada hubungan dengan pihak lain.
2. Tempat tinggal yang dipilih
Yaitu tempat tinggal yang ditunjuk sebagai tempat tinggal oleh suatu pihak atau banyak pihak untuk melakukan perbuatan tertentu.
3. Rumah kematian
Rumah kematian merupakan domisili terakhir yang penting untuk mengadili misalnya tentang warisan, piutang.
v  Hukum Keluarga
Perkawinan
Dalam Pasal 1 UU No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membetuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME.
v  Syarat-syarat perkawinan
Mengenai syarat-syarat perkawinan terdapat dalam Pasal 6-12 UU Perkawinan, diantaranya:
1. Adanya persetujuan dari kedua mempelai (Pasal 6:1)
2. Adanya izin dari orang tua/wali bagi yang belum berusia 21 tahun (Pasal 6:2-6)
3. Usia laki-laik 19 tahun dan perempuan 16 tahun (Pasal 7:1)
4. Antara kedua calon mempelai tidak dalam hubungan darah (Pasal 8)
5. Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain (Pasal3:2 dan Pasal 4)
6. Bagi suami istri yang telah bercerai, kawin lagi, dan bercerai kedua kalinya dilarang untuk menikah lagi kecuali agama menentukan lain (Pasal 10)
7. Tidak berada dalam waktu tunggu calon mempelai yang janda.
v  Empat akibat hukum atas perkawinan menurut hukum perdata:
1. Akibat hukum bagi suami-istri itu sendiri, misalnya adanya hak dan kewajiban bagi keduanya.
2. Akibat hukum terhadap harta kekayaan suami-istri itu sendiri, yaitu hak atas harta benda di dalam perkawinan
3. Akibat hukum yang berlaku terhadap keturunan.
4. Akibat hukum bagi pihak ketiga