Rabu, 06 April 2011

PERANAN SEKTOR LUAR NEGERI TERHADAP INDONESIA

International Monetary Fund (IMF) 
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara.
Dari negara-negara anggota PBB, yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea Utara, Kuba,Liechtenstein, Andorra, Monako, Tuvalu dan Nauru.
Asian Development Bank (ADB)
Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank, ADB) adalah sebuah institusi finansial pembangunan multilateral didedikasikan untuk mengurangi kemiskinan di Asia dan Pasifik. Bank ini didirikan pada 1966 dengan 31 negara anggota dan kini telah berkembang menjadi 63 negara. Kantor pusatnya terletak di 6 ADB Avenue, Kota Mandaluyong, Metro Manila, Filipina.
Posisi Hutang luar negeri Indonesia
Sejak krisis ekonomi tahun 1997, Indonesia terus menerus dibelit oleh utang. Kurang lebih separuh dari anggaran negaranya adalah untuk pembayaran utang.
Jumlah dan asal Hutang Indonesia
Hutang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri padaMaret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.
Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
1.     Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
2.     Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
3.     Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
4.     Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
5.     Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.

Pembayaran utang

Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun. Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.
Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010. Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuanBank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.
Sistem keuangan
Sistem keuangan yang berfungsi baik akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, lebih meratakan pertumbuhan itu dengan menyebarkan manfaatnya ke seluruh lapisan masyarakat, memangkas kemiskinan dan akan memperkuat status Indonesia sebagai negara berkembang dengan penghasilan menengah. Dalam hal ini, penekanan Pemerintah dalam memelihara dan memperkuat stabilitas sistem keuangan pada dekade yang lalu telah sangat berhasil dan harus diteruskan. Sekarang adalah waktu yang paling tepat untuk menangani dua tantangan utama bidang keuangan yang masih tersisa, yaitu meningkatkan efisiensi dan memperluas akses.
Masalah-masalah kebijakan utama dalam menjaga stabilitas sektor perbankan adalah: (i) menempatkan struktur pengawasan dan kebijakan yang tepat (ii) menerapkan jaring pengaman sistem keuangan; (iii) memperkuat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan memberikan sumber daya manusia dan keuangan yang dibutuhkan; dan (iv) memperkuat kerangka tindakan perbaikan sesuai dengan peraturan bagi lembaga keuangan yang lemah.
Hal-hal penting yang perlu ditangani untuk meningkatkan efisiensi sektor keuangan Indonesia adalah: (i) diversifikasi dan penguatan lembaga keuangan non-bank; (ii) restrukturisasi perusahaan asuransi dan dana pensiun yang pailit; (iii) restrukturisasi rencana dana pensiun dan skema jaminan sosial pegawai negeri agar dapat berkelanjutan secara fiskal; (iv) meningkatkan luas dan dalamnya pasar modal saham dan obligasi melalui peningkatan penegakkan peraturan pengelolaan perusahaan; dan (v) memperkuat koordinasi antar lembaga-lembaga sektor keuangan.
Selain stabilitas sektor keuangan, untuk ke depan Pemerintah juga memprioritaskan peningkatan akses terhadap layanan keuangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dan usaha mikro, kecil dan menengah. Saat ini sekitar setengah dari rumah tangga Indonesia tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan resmi. Peningkatan akses keuangan dapat dicapai dengan: (i) memperluas fokus kebijakan dari pemberian kredit menjadi pemberian layanan keuangan; (ii) memberdayakan lembaga kredit mikro resmi melalui peningkatan akses terhadap pendanaan dan pembangunan kapasitas yang ditujukan; (iii) menetapkan kerangka hukum bagi lembaga keuangan mikro non-bank/non-koperasi; (iv) mendorong modal ventura, leasing dan produk-produk keuangan berbasis syariah; dan (v) memberikan kerangka hukum dan peraturan yang jelas bagi produk/layanan keuangan yang inovatif/berteknologi yang merupakan kunci bagi pemberian layanan keuangan rendah biaya.
Sementara itu, Indonesia telah membuat kemajuan yang baik dalam meningkatkan iklim investasinya. Penyerapan tenaga kerja sektor resmi kembali meningkat, kemiskinan terus menurun, dan jumlah kelas menengah makin meningkat. Karena hanya sedikit terpengaruh oleh krisis keuangan global dibanding negara-negara tetangganya, Indonesia memiliki kesempatan yang unik selama masa pemulihan dan pasca-pemulihan untuk meningkatkan konsumsi domestik dan pangsa pasar dunianya. Kuncinya adalah terus melanjutkan reformasi yang dirancang untuk meningkatkan daya saing, menambah keluwesan pasar tenaga kerja dan menghindari proteksionisme yang merintangi efisiensi dan inovasi. Di sana tetap terdapat suatu persyaratan untuk menciptakan struktur kelembagaan yang dibutuhkan untuk menyampaikan kebijakan yang konsisten. Bukti-bukti internasional menunjukan bahwa kelembagaan yang kuat dapat mendorong reformasi kebijakan dan meningkatkan koordinasi. Indonesia juga dapat mengambil kesempatan dari tingginya harga komoditas dunia untuk mendorong investasi di pertambangan dan migas dengan menyelesaikan peraturan pertambangan utama dan menjelaskan ketidakpastian yang berhubungan dengan migas. Indonesia juga dapat mendorng ekspor produk-produk baru melalui kemitraan penelitian dan pengembangan pemerintah-swasta, dan menyelaraskan insentif fiskal untuk mengembangkan industri-industri hilir.

http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Pembangunan_Asia
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,contentMDK:21529001~pagePK:141137~piPK:141127~theSitePK:447244,00.html

Sabtu, 02 April 2011

PEMERATAAN PEMBAGIAN INDONESIA TIMUR


Visi Indonesia 2025 “Indonesia yang maju, adil dan makmur” dicapai dengan “mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan”, visi ini telah dituangkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005 2025 , yang selanjutnya telah dijabarkan pentahapannya dalam empat periode Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional. Perspektif visi ini secara menyeluruh pada semua aspek pembangunan, yang ditujukan untuk pemerataan secara kewilayahan, secara sektoral dan berdasarkan pelaku pembangunan.
Pencapaian tersebut harus memperhatikan keterpaduan pembangunan sosial, ekonomi dan budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya dukung lingkungan; menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan berfungsi lindung dan budi daya dalam satu ekosistem pulau dan perairannya; menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dalam satu kesatuan wilayah kepulauan; meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan lintas wilayah yang konsisten dengan kebijakan nasional; memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan.
Tuntutan implementasi kebijakan pembangunan KTI yang semakin kuat dewasa ini merupakan suatu respon kritis dari ketimpangan wilayah yang telah menjadi isu krusial pembangunan nasional, terutama karena (1) bersifat struktural, cenderung eksis dalam jangka panjang; (2) tidak dapat diatasi hanya melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi secara nasional; (3) menghambat kerja pasar, dan oleh sebab itu berdampak pada pertumbuhan ekonomi; dan (4) memicu kerawanan (disintegrasi) sosial dan politik. Sejauh ini, ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat diidentifikasi pada tiga konteks utama, yakni: (1) Jawa versus luar Jawa; (2) Kawasan Barat Indonesia (KBI)  versus Kawasan Timur Indonesia ( KTI ) ; dan (3) Perkotaan versus Perdesaan.
Dengan demikian, dalam konteks mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, khususnya pengembangan KTI, perhatian pelaku pembangunan nasional dan khususnya di KTI harus mampu menjangkau komparasi-komparasi yang seimbang dan proporsional untuk mengatasi permasalahan disparitas pembangunan antara Jawa dan luar Jawa, antara KBI dan KTI serta antara wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan.
Fakta menunjukkan bahwa sekitar 70% kabupaten tertinggal di Indonesia berada di KTI, sebaliknya implementasi kebijakan alokasi keuangan negara sekitar 70% berpihak ke KBI. Artinya, diperlukan kerangka implementasi dan komitmen yang lebih konkrit dari pemerintah pusat untuk mengatasi permasalahan ini. Diperlukan kerangka implementasi perencanaan dan penganggaran secara terpadu oleh semua kementerian dan lembaga pemerintah pusat yang berpihak pada pengembangan KTI. Aspek ketertinggalan pada sejumlah kabupaten, khususnya di KTI terutama disebabkan oleh 50,81% dari aspek sarana dan prasarana, 18,35% dari perekonomian lokal, 17,41% dari sumber daya manusia, 9,38% bencana alam dan konflik, serta 4,02% dari kelembagaan daerah. Artinya, untuk mengatasi ketertinggalan kabupaten di KTI harus secara komprehensif menjangkau aspek aspek   tersebut, salah satu langkah positif yang dilakukan oleh KPDT adalah bersinergi dengan Kementerian  PU (semestinya diikuti oleh kementerian dan lembaga lainnya) untuk mengalokasikan pembangunan infrastruktur kabupaten tertinggal.
Karena itu, untuk membangun KTI, khususnya demi mengejar ketertinggalan dengan KBI diperlukan “Konsolidasi Inovasi Sinergi ”  dengan semua stakeholder pembangunan KTI, seperti antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antara perbankan dengan pemerintah, antara masyarakat dengan pemerintah, antara dunia usaha dengan pemerintah. Dalam konteks ini, Bank Mandiri sebagai salah satu BUMN menjalankan fungsi agen pembangunan, telah melakukan upaya inovatif melalui Papua Investment Day, dan akan menyusul Maluku Investment Day, sebuah inovasi yang diharapkan mampu menggerakkan pelaku ekonomi untuk mengakselerasi kemajuan KTI ke depan. Pola-pola  kemitraan, seperti Public-Privat Partnership (PPP), model bedah desa, model kawasan produksi, dan lain sebagainya harus mampu dilanjutkan dan lebih dikembangkan di KTI. Prinsipnya, pola pengembangan KTI harus mampu menggerakkan segenap stakeholder, sebagaimana diilustrasikan “gula pembangunan harus diaduk, agar manisnya dapat dirasakan secara merata”, diperlukan kesadaran kolektif di KTI untuk mengelola resources sebagai modal utama dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Potensi sumber daya KTI, khususnya pada pertanian dan pertambangan, hingga saat ini belum berkontribusi signifikan terhadap output nasional. Meskipun dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai 15%,  jauh lebih besar secara nasional, tetapi dari segi besaran dana masih tergolong sangat kecil dibandingkan dana pihak ketiga yang dialokasikan untuk KBI. Celakanya, dana pihak ketiga yang dikucurkan, khususnya dari perbankan hampir 60% merupakan kredit konsumtif dan sangat kecil yang teralokasi pada investasi yang menyentuh pengembangan sektor ril. Akibatnya, pertumbuhan output dan pembukaan kesempatan kerja tetap saja terhambat. Kondisi ini semakin dipersulit dengan ketergantungan fiskal yang besar, khususnya pada DAU dan DAK yang sangat tinggi dialami oleh daerah daerah  di KTI.
Langkah strategis yang harus dikembangkan lebih konkrit lagi, antara lain diperlukan komitmen stakeholder, antara lain untuk ketersediaan infrastruktur melalui skema Public Privat Partnership dan insentif fiskal, menghindari regulasi yg menghambat investasi, keamanan, dan ketersediaan tenaga kerja, serta status tanah yang menuntut penyelesaian rencana tata ruang daerah. Selain itu, diperlukan skema kerjasama antara propinsi dan kab/kota serta perijinan yang efektif. Diperlukan manajemen pembangunan regional yang terpadu secara fungsional, antar pemerintah daerah,  selama ini kerjasama yang terbangun lebih bersifat hirarkial dengan pemerintah pusat, melalui assosiasi pemerintah daerah, dan sebagainya.

Pada sisi lain ada dorongan yang kuat untuk mendisain kembali sistem, membangun kembali institusi untuk keberlanjutan pembangunan, bukan hanya untuk kemajuan pertumbuhan masa kini tetapi menjadikan sumberdaya alam di KTI sebagai alat pemenuhan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat dapat disejahterakan secara berkesinambungan dalam jangka panjang. Misalnya, sistem
pengelolaan usaha dari bisnis kayu yang dikelola oleh masyarakat dan bermitra dengan sektor swasta, sehingga diversifikasi pada ownership, diharapkan manfaat/keuntungannya dapat dirasakan oleh lebih banyak orang. Kerangka implementasi ini selanjutnya dapat jabarkan, misalnya: (1) Pemerintah mendukung kegiatan masyakarat mengelola usaha dari bisnis kayu (dan SDA alam lainnya) dengan mendorong kolaborasi dengan sektor swasta; (2) Akademisi mengambil peran untuk memajukan penelitian agar dapat mendukung upaya bisnis yang dikelola masyarakat; dan (3) NGO dapat mendukung dengan peran yang relevan, seperti melakukan pendampingan untuk penguatan institusi masyarakat.

Selain itu, diperlukan kerangka implementasi pengelolaan sumberdaya alam yang berkesinambungan dengan pola rehabilitasi dan konservasi. Termasuk memperhatikan pengembangan SDM yang menunjang pola sustainabilitas ini. Seluruh stakeholder memberikan kontribusi yang nyata dengan pola sustainabilitas ini dengan suatu keterpaduan usaha yang konsisten. Termasuk keterpaduan antar wilayah yang bisa memberikan sinergitas dalam meningkatkan nilai komoditas antar wilayah.
Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan proksi rata rata  pencapaian pembangunan manusia sebuah negara atau wilayah dalam 3 dimensi/indikator dasar pembangunan manusia: (a) Hidup yang sehat dan panjang umur, yang diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH) pada saat kelahiran; (b) Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis (melek huruf, bobot 2/3) pada orang dewasa dan Angka Partisipasi Kasar (APK, bobot 1/3) dari kombinasi pendidikan dasar dan menengah; (c) Kemampuan daya beli masyarakat atau Purchasing Power Parity (PPP) yang biasanya dikonversi atau diproxy dengan GDP per kapita atau PDRB per kapita.
Kecuali Sulawesi Utara, 11 dari 12 provinsi seKTI memiliki IPM di bawah rata rata nasional (71,17). Tiga provinsi yg memiliki IPM tinggi adalah Sulawesi Utara, Maluku, dan Sulawesi Selatan, sedangkan provinsi dengan IPM rendah adalah Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kondisi IPM di KTI yg relatif rendah sangat erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan penduduk di wilayah tersebut. Tercatat penduduk miskin di Papua sekitar 37%, di Papua Barat sekitar 35%, di NTB sekitar 24%, dan di NTT sekitar 26% dari populasi masingmasing provinsi. Karena kemiskinan tersebut menyebabkan masyarakat di wilayah KTI memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk mengakses pendidikan dan kesehatan yang bermutu, meskipun saat ini telah banyak berbagai program bantuan untuk pendidikan dan kesehatan.

Permasalahan masih rendahnya aksesibilitas dan kemampuan penduduk miskin untuk mendapatkan pelayanan dasar, terutama kesehatan dan pendidikan, dan hal ini akan menjadi tantangan terbesar bagi peningkatan IPM. Oleh karena itu diperlukan adanya program yang bersifat terobosan /inovasi serta percepatan terutama dalam sektor pendidikan dan kesehatan oleh pemda baik provinsi dan terutama kabupaten/kota diwilayah KTI Ada beberapa pilihan yang dapat dilakukan oleh pemda provinsi maupun kabupaten/kota di wilayah KTI untuk peningkatan IPM, yakni :
 (1) memilih indikatorindikator yang memberikan kontribusi yang cepat untuk peningkatan IPM, antara lain melalui :
(a) Melaksanakan program pemberantasan buta aksara, dan peningkatan ratarata lama sekolah melalui perbaikan mutu pendidikan sehingga dapat mengurangi angka droupout dan meningkatkan angka melanjutkan sekolah pada berbagai jenjang. Hal ini berdampak pada peningkatan angka partisipasi sekolah;
(b) Intervensi pada program peningkatan kedaulatan pangan dan berfokus pada peningkatan gizi serta peningkatan mutu kesehatan;
(c) Mengurangi misalokasi anggaran melalui mapping anggaran terutama pada wilayahwilayah yang mempunyai gizi buruk, angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu melahirkan (AKI) tinggi, APK dan APM rendah, serta angka buta aksara tinggi.
(2) Secara berkelanjutan, dengan: (a) Memprioritaskan pada program pemberantasan kemiskinan melalui programprogram pemberdayaan dalam rangka pembangunan ekonomi; (b) Prioritas pembangunan pada perkembangan anak dengan melakukan intervensi sejak anak masih di dalam kandungan baik terhadap anak maupun ibu. Demikian pula, peran serta ibu dan ayah dalam pemeliharaan anak secara bersama sama  sangat menentukan. Selain itu, telah banyak inisiatif lokal yang dapat dijadikan smart practice untuk peningkatan IPM di KTI, misalnya Kampanye ASIEksklusif, tersedianya ruang menyusui ditempat bekerja ibu, kemitraan bidan dan dukun, program kelambu anti malaria dan garam beryodium, dan lain sebagainya. Untuk maksud ini diperlukan keseriusan pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan recording dan selanjutnya penyebarluasan smart practice yang ada pada setiap daerah, untuk selanjutnya dapat menjadi pembelajaran bagi daerah lainnya, khususnya di KTI.

Dengan demikian, dapat dicermati sejumlah persyaratan untuk peningkatan IPM, dengan mencoba mengambil pembelajaran pada sejumlah daerah, antara lain: (a) Harus ada komitmen yang sungguhsungguh dari kepala daerah dan kemauan dari DPRD yang berpihak pada kesejahteraan rakyat serta kesadaran dari masyarakat; (b) setiap daerah semestinya mempunyai visi tentang ke arah mana peningkatan IPM yang diharapkan seperti yang dilakukan oleh Pemda Provinsi NTB dengan gerakan 3 A : Angka Kematian Ibu Melahirkan Nol (AKINO), Angka Buta Aksara Nol (ABSANO) dan Angka Droup Out Nol (ADONO), contohcontoh lain semestinya lebih banyak lagi harus mampu dipublikasikan oleh pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga terkait.
Oleh karena itu dapat diusulkan sejumlah solusi yang terkait dengan peningkatan IPM di KTI, antara lain: (a) Dalam pembangunan dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya IPM yang menjadi perhatian, tapi juga IPG (Indeks Pembangunan Gender) dan IDG (Indeks Pemberdayaan Gender); (b) Ikonikon program dari kepala daerah sebaiknya pada programprogram yang mendukung peningkatan IPM; (c) Nilainilai lokal perlu diangkat sebagai semboyan hidup dalam masyarakat seperti: semboyan hidup masyarakat Sulawesi Utara: “SITOU TIMOU TUMOU TOU” yang secara harafiah diartikan “manusia hidup untuk memanusiakan orang lain”. Hal ini sejalan dengan konsep pembangunan endogen yang menghendaki bahwa agar tercipta kondisi keberlanjutan, maka 3 unsur pembangunan – termasuk human development –harus tersedia, yaitu: norms (N), organization (O), dan resources (R).

Mengingat peningkatan IPM terkait dengan sejumlah kelembagaan/institusi, bukan hanya pada tingkat daerah tetapi juga pada tingkat nasional, bahkan global, maka diperlukan sinergi dan keterpaduan secara komprehensif terkait dengan peningkatan IPM, khususnya terkait dengan peningkatan layanan terhadap hakhak dasar masyarakat. Karena itu, diperlukan visi bersama IPM pada semua lembaga/institusi terkait pada semua tingkatan, yang selanjutnya menjadi paying hukum yang bersifat mengikat pada setiap tingkatan pemerintahan untuk memberikan prioritas pada program peningkatan IPM. Dengan demikian, Peraturan Pemerintah (PP) yang terkait dengan pelaporan kegiatan pemerintah daerah yang kesemuanya berujung pada pengukuran tingkat pencapaian pembangunan manusia daerah bersangkutan harus mampu disikapi secara konkrit. Hal ini dilakukan dengan peningkatan kapasitas daerah dalam manajemen perencanaan pembangunan yang lebih efisien dan efektif dengan mendorong peningkatan IPM daerah bersangkutan.

Hal-hal itulah yang harus menjadi konsentrasi dari pemerintah daerah yang harapannya terimplementasikan dalam rencana strategis daerah untuk melakukan peningkatan pembagunan di daerah di kawasan Timur Indonesia ini.

Sumber            : http://www.google.co.id/





IKLIM DAN GEOGRAFIS


-          Iklim
Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.
Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat Celsius di Pegunungan Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt. Carstenz, 5030 m).
Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.
-          Geografi Indonesia
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.
-          Keadaan Alam
Sebagian ahli membagi Indonesia atas tiga wilayah geografis utama yakni:
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna yakni:
  • Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Asia.
  • Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya terdapat pada daerah tersebut.
  • Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal sebagai Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
  • Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali.
  • Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
-          Data-data Geografis
Lokasi: Sebelah tenggara Asia, di Kepulauan Melayu antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Koordinat geografis:LU - 11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT
Referensi peta: Asia Tenggara
Wilayah:
total darat: 1.922.570 km²
daratan non-air: 1.829.570 km²
daratan berair: 93.000 km²
lautan: 3.257.483 km²
Garis batas negara:
total: 2.830 km: Malaysia 1.782 km, Papua Nugini 820 km, Timor Leste 228 km
Negara tetangga yang tidak berbatasan darat: India di barat laut Aceh, Australia, Singapura, Filipina, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Thailand, Birma
Garis pantai: 54.716 km
Klaim kelautan: diukur dari garis dasar kepulauan yang diklaim
zona ekonomi khusus: 200 mil laut
laut yang merupakan wilayah negara: 12 mil laut
Cuaca: tropis; panas, lembab; sedikit lebih sejuk di dataran tinggi
Dataran: kebanyakan dataran rendah di pesisir; pulau-pulau yang lebih besar mempunyai pegunungan di pedalaman
Tertinggi & terendah:
titik terendah: Samudra Hindia 0 m
titik tertinggi: Puncak Jaya 5.030 m
Sumber daya alam: minyak tanah, kayu, gas alam, kuningan, timah, bauksit, tembaga, tanah yang subur, batu bara, emas, perak
Kegunaan tanah:
tanah yang subur: 9,9%
tanaman permanen: 7,2%
lainnya: 82,9% (perk. 1998)
Wilayah yang diairi: 48.150 km² (perk. 1998)
Lingkungan - masalah saat ini: penebangan hutan secara liar/pembalakan hutan; polusi air dari limbah industri dan pertambangan; polusi udara di daerak perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling kotor ke 3 di dunia); asap dan kabut dari kebakaran hutan; kebakaran hutan permanen/tidak dapat dipadamkan; perambahan suaka alam/suaka margasatwa; perburuan liar, perdagangan dan pembasmian hewan liar yang dilindungi; penghancuran terumbu karang; pembuangan sampah B3/radioaktif dari negara maju; pembuangan sampah tanpa pemisahan/pengolahan; semburan lumpur liar di Sidoarjo, Jawa Timur.
Lingkungan - persetujuan internasional:
bagian dari: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Desertifikasi, Spesies yang Terancam, Sampah Berbahaya, Hukum Laut, Larangan Ujicoba Nuklir, Perlindungan Lapisan Ozon, Polusi Kapal, Perkayuan Tropis 83, Perkayuan Tropis 94, Dataran basah
ditanda tangani, namun belum diratifikasi: Perubahan Iklim - Protokol Kyoto, Pelindungan Kehidupan Laut
Geografi - catatan: di kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau (6.000 dihuni); dilintasi katulistiwa; di sepanjang jalur pelayaran utama dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik




PENDUDUK DAN KEMISKINAN


Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
  • Orang yang tinggal di daerah tersebut
  • Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.
Penduduk dunia
Berdasarkan estimasi yang diterbitkan oleh Biro Sensus Amerika Serikat, penduduk dunia mencapai 6,5 miliar jiwa pada tanggal 26 Februari 2006 pukul 07.16 WIB. Dari sekitar 6,5 miliar penduduk dunia, 4 miliar diantaranya tinggal di Asia. Tujuh dari sepuluh negara berpenduduk terbanyak di dunia berada di Asia (meski Rusia juga terletak di Eropa).
Sejalan dengan proyeksi populasi, angka ini terus bertambah dengan kecepatan yang belum ada dalam sejarah. Diperkirakan seperlima dari seluruh manusia yang pernah hidup pada enam ribu tahun terakhir, hidup pada saat ini.
Pada tanggal 19 Oktober 2012 pukul 03.36 WIB, jumlah penduduk dunia akan mencapai 7 miliar jiwa. Badan Kependudukan PBB menetapkan tanggal 12 Oktober 1999 sebagai tanggal dimana penduduk dunia mencapai 6 miliar jiwa, sekitar 12 tahun setelah penduduk dunia mencapai 5 miliar jiwa.
Berikut adalah peringkat negara-negara di dunia berdasarkan jumlah penduduk (2005):
  1. Republik Rakyat Cina (1.306.313.812 jiwa)
  2. India (1.103.600.000 jiwa)
  3. Amerika Serikat (298.186.698 jiwa)
  4. Indonesia (241.973.879 jiwa)
  5. Brasil (186.112.794 jiwa)
  6. Pakistan (162.419.946 jiwa)
  7. Bangladesh (144.319.628 jiwa)
  8. Rusia (143.420.309 jiwa)
  9. Nigeria (128.771.988 jiwa)
  10. Jepang (127.417.244 jiwa)

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari AS$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari AS$ 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001.
Proyek Borgen menunjuk pemimpin Amerika memberikan AS$230 milyar per tahun kepada kontraktor militer, dan hanya AS$19 milyar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Perkembangan Milenium PBB untuk mengakhiri kemiskinan parah sebelum 2025.
Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
  • penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
  • penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
  • penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
  • penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
  • penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan
Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
  • Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
  • Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
  • Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.
JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA
·         Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen), turun 1,51 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15 persen).
·         Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta (dari 11,91 juta pada Maret 2009 menjadi 11,10 juta pada Maret 2010), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (dari 20,62 juta pada Maret 2009 menjadi 19,93 juta pada Maret 2010).
·         Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah selama periode ini. Pada Maret 2009, 63,38 persen penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sedangkan pada Maret 2010 sebesar 64,23 persen.
·         Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2010, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,5 persen, sedangkan pada Maret 2009 sebesar 73,6 persen.
·         Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mie instan, tempe, bawang merah, kopi, dan tahu. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, listrik, angkutan, dan pendidikan.
·         Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

1.  Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009-Maret 2010
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen).
Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (Tabel 2). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen.
Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2009-Maret 2010
nampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:
a.  Selama periode Maret 2009-Maret 2010 inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar 3,43 persen. Menurut kelompok pengeluaran kenaikan harga selama periode tersebut terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 4,11 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 8,04 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 3,85 persen; kelompok kesehatan sebesar 3,18 persen; kelompok sandang sebesar 0,78 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 2,08 persen, serta kelompok transpor dan komunikasi dan jasa keuangan sebesar 1,38 persen.
b.  Rata-rata upah harian buruh tani dan buruh bangunan masing-masing naik sebesar 3,27 persen dan 3,86 persen selama periode Maret 2009-Maret 2010.
c.  Produksi padi tahun 2010 (hasil Angka Ramalan/ARAM II) mencapai 65,15 juta ton GKG, naik sekitar 1,17 persen dari produksi padi tahun 2009 yang sebesar 64,40 juta ton GKG.
d.  Sebagian besar penduduk miskin (64,65 persen pada tahun 2009) bekerja di Sektor Pertanian. NTP (Nilai Tukar Petani) naik 2,45 persen dari 98,78 pada Maret 2009 menjadi 101,20 pada Maret 2010.
e.  Perekonomian Indonesia Triwulan I 2010 tumbuh sebesar 5,7 persen terhadap Triwulan I 2009, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 3,9 persen pada periode yang sama.
2.  Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2009-Maret 2010
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2009-Maret 2010, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,72 persen, yaitu dari Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp211.726,- per kapita per bulan pada Maret 2010. Dengan memerhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2009 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 73,6 persen, dan
sekitar 73,5 persen pada Maret 2010. Pada Maret 2010, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan adalah beras yaitu sebesar 25,20 persen di perkotaan dan 34,11 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (7,93 persen di perkotaan dan 5,90 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah gula pasir (3,36 persen di perkotaan dan 4,34 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,42 persen di perkotaan dan 2,61 di perdesaan), mie instan (2,97 persen di perkotaan dan 2,51 persen di perdesaan), tempe (2,24 persen di perkotaan dan 1,91 persen di perdesaan), bawang merah (1,36 persen di perkotaan dan 1,66 persen di perdesaan), kopi (1,23 persen di perkotaan
dan 1,56 persen di perdesaan), dan tahu (2,01 persen di perkotaan dan 1,55 persen di perdesaan).
Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan adalah biaya
perumahan (8,43 persen di perkotaan dan 6,11 persen di perdesaan), biaya listrik (3,30 persen di
perkotaan dan 1,87 persen di perdesaan), dan angkutan (2,48 persen di perkotaan dan 1,19 persen di perdesaan), dan biaya pendidikan (2,40 persen di perkotaan dan 1,16 persen di perdesaan).

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,50 pada Maret 2009 menjadi 2,21 pada Maret 2010. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,68 menjadi 0,58 pada periode yang sama. Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah
perdesaan masih tetap lebih tinggi daripada perkotaan, sama seperti tahun 2009. Pada Maret 2010, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,57 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,80. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,40 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,75. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih buruk dari daerah perkotaan.
Sumber            : http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan#
http://id.wikipedia.org/wiki/Penduduk#